Konsep Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urin
2.1.1 Anatomi fisiologi Sistem
Perkemihan
Sistem
perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air
kemih).
Susunan Sistem Perkemihan
Sistem
perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua
ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c)
satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu uretra, urin
dikeluarkan dari vesika urinaria.
Ginjal (Ren)
Manusia
memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal
ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal). Ginjal kanan biasanya
terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.
Sebagian
dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua
ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal)
yang membantu meredam goncangan.
Fungsi ginjal
a. Memegang
peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b. Mempertahankan
suasana keseimbangan cairan,
c. Mempertahankan
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
d. Mengeluarkan
sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
Struktur Ginjal
Setiap
ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis
di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian
medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi
menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah
pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah,
pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang
menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices
renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices
renalis minores.
Struktur
halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal.
Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari :
Glomerulus, tubulus proximal, angsa henle, tubulus distal dan tubulus
urinarius.
Ureter
Terdiri dari
2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria.
Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada
rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1. Dinding luar
jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan
tengah lapisan otot polos
3. Lapisan
sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan
dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin
masuk ke dalam kandung kemih.
Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika
urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir
(kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika
urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung
kemih terdiri dari:
1. Lapisan
sebelah luar (peritoneum).
2. Tunika
muskularis (lapisan berotot).
3. Tunika
submukosa.
4. Lapisan
mukosa (lapisan bagian dalam).
Uretra
Merupakan
saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan
air kemih ke luar.
Pada
laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari :
1. Urethra pars Prostatica
2. Urethra pars membranosa ( terdapat
spinchter urethra externa)
3. Urethra pars spongiosa.
Urethra pada
wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter
uretra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra
disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding uretra terdiri dari 3
lapisan:
1. Lapisan otot
polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung
jaringan elastis dan otot polos. Sphincter uretra menjaga agar uretra tetap
tertutup.
2. Lapisan
submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
3. Lapisan mukosa.
Urin (Air Kemih)
Sifat fisis
air kemih, terdiri dari:
1. Jumlah
ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan
faktor lainnya.
2. Warna,
bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
3. Warna,
kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
4. Bau, bau
khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
5. Berat jenis
1,015-1,020.
6. Reaksi asam,
bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari:
1. Air kemih
terdiri dari kira-kira 95% air.
2. Zat-zat sisa
nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin.
3. Elektrolit,
natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
4. Pagmen
(bilirubin dan urobilin).
5. Toksin.
6. Hormon.
Mikturisi
Mikturisi
ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi
melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
1. Kandung kemih terisi secara
progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang
batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini akan
mencetuskan tahap ke 2).
2. Adanya refleks saraf (disebut
refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih.
Pusat saraf
miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian besar
pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari “latih”. Sistem
saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna,
sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf
parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya
spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri).
Ciri-Ciri
Urin Normal
1. Rata-rata
dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang
masuk.
2. Warnanya
bening oranye tanpa ada endapan.
3. Baunya
tajam.
4. Reaksinya
sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.
2.1.2 Proses Berkemih
1. Proses
Filtrasi ,di glomerulus
Terjadi
penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein.
Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa,
air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal.
Cairan yang disaring disebut filtrate glomerulus.
2. Proses
Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan
kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion
bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus
proximal.
Sedangkan pada tubulus distal
terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.
Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan
pada papilla renalis.
3. Proses
sekresi.
Sisa dari
penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis
selanjutnya diteruskan ke luar.
2.1.3 Faktor yang
Mempengaruhi Eliminasi Urine
1. Diet dan Asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan
merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein
dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, juga dapat
meningkatkan pembentukan urine.
2. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan
keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan di dalam
urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.
3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup
dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam kaitannya terhadap
tersedianva fasilitas toilet.
4. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat
mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena
meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang
diproduksi.
5. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine
membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter.
Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
6. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan
perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan
pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air
kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang air kecil.
7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat
memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
8. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi
pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada masyarakat
tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
9. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki
kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk berkemih dengan melalui
urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
10. Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki
peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot
abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontirolan
pengeluaran urine.
11. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan
dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan -proses perkemihan.
Misalnya pemberian diure;tik dapat meningkatkan jumlah urine, se;dangkan
pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi
urine.
12. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik
ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya
prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih
seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga
mengurangi produksi urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan
edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.
2.1.4 Masalah Eliminasi Urin
Penyakit ginjal utamanya akan berdampak pada sistem tubuh secara
umum. Salah satu yang tersering ialah gangguan urine.
Beberapa masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain :
a.
Retensi
Retensi Urine ialah
penumpukan urine acuan kandung kemih dan ketidaksanggupan kandung kemih untuk
mengosongkan sendiri.
Kemungkinan penyebabnya
:
1.
Operasi pada daerah
abdomen bawah.
2.
Kerusakan ateren
3.
Penyumbatan spinkter.
Tanda-tanda retensi
urine :
1.
Ketidak nyamanan daerah
pubis.
2.
Distensi dan
ketidaksanggupan untuk berkemih.
3.
Urine yang keluar dengan
intake tidak seimbang.
4.
Meningkatnya keinginan
berkemih.
5.
Enuresis
b. Eniorisis
Ialah keluarnya kencing
yang sering terjadi pada anak-anak umumnya malam hari. Kemungkinan peyebabnya :
1.
Kapasitas kandung kemih
lebih kecil dari normal.
2.
Kandung kemih yang
irritable
3.
Suasana emosiaonal yang
tidak menyenangkan
4.
ISK atau perubahan fisik
atau revolusi.
c. Inkontinensia
Inkontinesia Urine ialah
bak yang tidak terkontrol.
Jenis inkotinensia
·
Inkontinensia
Fungsional/urgensi
Inkotinensia Fungsional
ialah keadaan dimana individu mengalami inkontine karena kesulitan dalam
mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet sebelum berkemih.
Faktor Penyebab:
1.
Kerusakan untuk
mengenali isyarat kandung kemih.
2.
Penurunan tonur kandung
kemih
3.
Kerusakan moviliasi,
depresi, anietas
4.
Lingkungan
5.
Lanjut usia.
·
Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress
ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran urine segera pada
peningkatan dalam tekanan intra abdomen.
Faktor Penyebab:
1.
Inkomplet outlet kandung
kemih
2.
Tingginya tekanan infra
abdomen
3.
Kelemahan atas peluis
dan struktur pengangga
4.
Lanjut usia.
·
Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah
keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine terus menerus yang tidak
dapat diperkirakan.
Faktor Penyebab:
1.
Penurunan Kapasitas
kandung kemih.
2.
Penurunan isyarat
kandung kemih
3.
Efek pembedahan spinkter
kandung kemih
4.
Penurunan tonus kandung
kemih
5.
Kelemahan otot dasar
panggul.
6.
Penurunan perhatian pada
isyarat kandung kemih
7.
Perubahan pola
8.
Frekuensi
9.
Meningkatnya frekuensi
berkemih karena meningkatnya cairan.
10.
Urgency
11.
Perasaan seseorang harus
berkemih.
2.2 Asuhan Keperawatan dengan Pemenuhan Kebutuhan Urin
2.2.1
Pengkajian
1. Kebiasaan
berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih
serta hambatannya. Frekuensi berkemih bergantung ada kebiasaan dan kesempatan.
Banyak orang berkemih setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan
waktu berkemih pada malam hari.
2. Pola
berkemih
·
Frekuensi
berkemih
Frekuensi berkemih menentukan berapa
kali individu berkemih dalam waktu 24 jam.
·
Urgensi
Perasaan sesorang untuk berkemih
seperti seseorang sering ke toilet karena takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih.
·
Disruria
Keadaan rasa sakit atau kesulitan
saat berkemih. Keadaan demikianlah dapat ditemukan pada striktur uretra,
infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria, dan uretra.
·
Poliuria
Keadaan produksi urin yang abnormal
pada jumlah yang besar tanpa adanya peningkatan asupan cairan.
·
Urinaria
supresi
Keadaan produksi urin yang berhenti
secara mendadak.
3. Volume Urin
Volume urin menentukan berapa jumlah
urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam.
4. Faktor yang
mempengaruhi kebiasaaan buang air kecil
a. Diet
b. Gaya hidup
c. Stres
psikologis
d. Tingkat
aktivitas
5. Karakteristik
urin
Warna
Normal : pucat, kekuningan, kuning coklat.
Merah gelap : perdarahan diginjal / ureter
Merah terang : perdarahan KK
atau uretra
Coklat gelap : peningkatan bilirubin
akibat disfungsi hati bila dikocok busa kuning.
Kejernihan
Normal : transparan
Peningkatan protein : keruh atau berbusa
Bakteri : pekat dan akeruh.
Bau : Amonia
Urin berbau buah : DM dan kelaparan akibat aseton dan asam
asetoasetik.
Pemeriksaan urin
Urinalisis
Berat jenis
urin
Kultur urin
Pemeriksaan
Urin (pengumpulan urin)
Acak
Bersih tapi
tidak harus steril
Untuk
urinalisis/ mengukur BJ, PH, kadar glukosa
Cara : klien berkemih dalam wadah urin yg bersih
Klien
berkemih sebelum defekasi.
Spesimen
midstream
Memperoleh spesimen yg relatif bebas mikroorganisme
Untuk kultur
dan sensitivitas urin
Bersihkan
genetalia dengan benar
Urin pertama
jgn ditampung baru pertengahan ditampung
Spesimen
steril
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
berhubungan dengan
·
Inflamasi
uretra
·
Obstruksi pd
uretra
·
Defisit perawatan diri: toileting yg berhubungan dengan
·
Keterbatasan
mobilitas
·
Kerusakan integritas kulit / resiko kerusakan integritas kulit b.d
·
Inkontinensia
urin
·
Perubahan eliminasi
urin
·
Kerusakan
sensorik motorik
·
Resiko
infeksi berhubungan dengan
·
Higiene
personal yg tidak baik
·
Insersi
kateter uretra
b.
Inkontinensia
fungsional berhubungan dengan
·
Terapi deuretik
·
Keterbatasan
mobilitas
c.
Inkontinensia
refleks berhubungan dengan
·
Penggunaan
anestesi untuk pembedahan
·
Inkontinensia
stress berhubungan dengan
·
Peningkatan
tekanan intraabdominal
·
Kelemahan
otot panggul
·
Inkontinensia
urgensi
·
Iritasi
mukosa kendung kemih
·
Penurunan
kapasitas kandung kemih
·
Retensi urin
·
Obstruksi
leher kandung kemih
2.2.3 Intervensi
§ Tingkatkan kesehatan
untuk memelihara serta melindungi fungsi sistem kemih yang sehat
§ Penyuluhan
klien
§ Tingkatkan
perkemihan normal
§ Wanita
jongkok / duduk
meningkatkan kontraksi otot panggul dan intraà abdomen.
à yang membantu mengontrol sfingter
serta membantu kontraksi kandung kemih.
§ berdiri.Ã Laki-laki
§ Stimulus
sensori : suara air yang mengalir, menepuk paa bagian dalam, meletakkan tangan
dlm panci berair.
§ Mempertahankan
kebiasaan eliminasi
§ Mempertahankan
asupan cairan yg adekuat
mengekskresikan partikel yg dapat berkumpul
dlmà sistem
perkemihan.
2000 s.d 2500 ml / hari, but 1200
s.d 1500 biasanya adekuat.
§ Hindari minum 2 jam sebelum tidur à nokturia
§ Meningkatkan pengosongan kandung kemih secara lengkap.
§ Pencegahan infeksi
§ Pemeliharaan pirenium yang baik
§ Asupan cairan yang adekuat
à meningkatkan
pengeluaran urin & mikroorganisme dari uretra
§ Mengasamkan urin
à menghambat pertumbuhan bakteri
§ Mempertahankan
kebiasaan eliminasi
§ Obat-obatan (merelaksasikan kandung kemih, menstimulasi kontraksi kandung
kemih, merelaksasi otot polos prostat.
Perawatan
Akut
Ø Kateterisasi
Ø Memasukkan selang plastik aau karet mll uretra ke kandung kemih.
Ø Tipe
kateter.
Ø Indweling/intemiten kateter lurus sekali pakaiÃ
Ø Kateter menetap/ foley kateter à menetap untuk
periode waktu tertentu
Ø Kateter caude à ujungnya melengkung, untuk pria yang mengalami pembesaran prostat
Ø Indikasi
pemasangan kateter intermiten
Ø Meredakan rasa tidak nyaman akibat distensi kandung kemih
Ø Mengambil
spesimen urin steril
Ø Mengkaji residu urin setelah pengosongan kandung kemih
Ø Penatalaksanaan
jangka panjang klien yang mengalami cidera medula spinalis
Ø Indikasi
pemasangan kateter meneta sementara
Ø Obstruksi pd
aliran urin (pembesaran prostat)
Ø Perbaikan kandung kemih, uretra dan struktur disekeliling mll embedahan
Ø Mencegah obstruksi uretra akibat adanya bekuan darah
Ø Mengukur
haluran urin
Ø Irigasi
kandung kemih
Ø Keteter
menetap jangka panjang
Ø Retensi urin
berat
Ø Ruam kulit, ulkus dan iritasiakibat kontak dgn urin
Ø Penderita
penyakit terminal
Ø Perawatan
restorasi
Ø Menguatkan
otot panggul
Ø Kegel exercise à meningkatkan kontraksi otot dasar panggul.
Ø Mempertahankan
integritas kulit
Ø Cuci kulit
yg teriritasi urin dgn sabun dan air hangat
Ø Pakai
pelembabBila sudah teriritasi dokter dpt meresepkan salep steroid.
Ø Bladder
training
Ø Melatih
kembali kandung kemih untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan
menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih.
Melakukan
Kateterisasi
Pada wanita Pada Pria
a. Pengertian
Katerisasi merupakan tindakan
keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui
uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dan sebagai
pengambilan bahan pemeriksaan. Pelaksanaan katerisasi dapat dilakukan melalui
dua cara : intermiten (straight kateter) dan indwelling (foley kateter).
Indikasi
Tipe
Intermiten
·
Tidak mampu
berkemih 8-12 jam setelah operasi
·
Retensi akut
setelah trauma uretra
·
Tidak mampu
berkemih akibat obat sedatif atau analgestik
·
Cedera pada
tulang belakang
·
Degenerasi
neuromuskular secara progresif
·
Pengeluaran
urin residual
Tipe
Indwelling
·
Obstruksi
aliran urin
·
Pascaoperasi
uretra dan struktur di sekitarnya
·
Obstruksi
uretra
·
Inkontinensia
dan disorientasi berat
a. Tujuan
·
Untuk segera
mengatasi distensi kandung kemih
·
Untuk
pengumpulan spesimen urine
·
Untuk
mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih
·
Untuk
mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan
b. Alat
a. Tromol
steril berisi
b. Gass steril
b. Deppers
steril
c. Handscoen
d. Cucing
e. Neirbecken
f. Pinset
anatomis
g. Doek
h. Kateter
steril sesuai ukuran yang dibutuhkan
i. Tempat
spesimen urine jika diperlukan
j. Urobag
k. Perlak dan
pengalasnya
l. Disposable
spuit
m. Selimut
c. Prosedur kerja
Untuk Pasien Pria
1. Cuci tangan
2. Jelaskan
prosedur
3. Atur ruangan
/ pasang sampiran
4. Pasang
perlak / alas
5. Gunakan
sarung steril
6. Pasang duk
steril
7. Pegang penis
dengan tangan sebelah kiri, lalu preputium ditarik sedikit ke pangkalnya dan
bersihkan dengan kapas sublimat / savlon.
8. Beri minyak
pelumas atau jeli pada ujung kateter (kurang lebih 12,5-17,5 cm), lalu masukkan
pelan-pelan (kurang lenih 17,5-20 cm) sambil anjurkan untuk menarik napas.
9. Jika
tertahan jangan dipaksa/tegangkan
10. Setelah kateter masuk, isi balon
dengan cairan aquades atau sejenisnya untuk yang dipasang tetap, dan bila tidak
dipasang tetap tarik kembali sambil pasien disuruh napas dalam.
11. Sambung kateter dengan urobag dan
fiksasi ke arah atas paha / abdomen
12. Rapikan alat
13. Cuci tangan
Untuk Pasien Wanita
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Atur ruangan / pasang sampiran
4. Pasang perlak / alas
5. Gunakan sarung steril
6. Pasang duk steril\
7. Bersihkan vulva dengan kapas
sublimat dari atas ke bawah (kurang lebih 3 kali hingga bersih)
8. Buka labia mayor dengan ibu jari dan
telunjuk tangan kiri lalu bersihkan bagian dalam
9. Beri minyak pelumas atau jeli pada
ujung kateter (kurang lebih 2,5-5 cm), lalu masukkan pelan-pelan sambil
anjurkan untuk menarik napas (kurang lenih 2,5-5 cm) atau hingga urin keluar.
10.
Setelah selesai, isi balon dengan cairan
aquades atau sejenisnya menggunakan spuit untuk yang dipasang tetap dan bila
tidak dipasang tetap tarik kembali sambil suruh pasien untuk napas dalam.
11.
Sambung kateter dengan urobag dan fiksasi ke arah
samping
12.
Rapikan alat
13.
Cuci tangan
2.2.4
Evaluasi
v Klien mampu
berkemih secara normal tanpa mengalami gejala-gejala ggn perkemihan
v Karakteristik
urin : kekuningan, jernih, tidak mengandung unsur yg abnormal
v Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yg mempengaruhi eliminasi
v Tidak
terjadi komplikasi akibat perubahan pola eliminasi
0 komentar:
Posting Komentar